Rabu, 18 Januari 2012

Arwah Yang Suka Bernyanyi ,CHAPTER 10 - 11


CHAPTER 10:
MISTERI PEMBUNUH NIAR

Ibu Wibi mengajak Karmila kembali ke kamar."Ternyata Pak Wisnu punya ilmu.""Ilmu apa? Cuma kemampuan kecil. Ananda pun bisa belajar. Cuma doa."Miko tersenyum puas.
 "Kemarin-kemarin kami selalu kerepotan mengatasi Karmila, tapi ternyata Pak Wisnu cuma dengan sekali sentuhan, Karmila seketika sadar. Hebat!"
Miko teringat ayahna. Pasti akan ada perdebatan terlebih dahulu. Tapi mengingat kemampuan Pak Wisnu dalam menyadarkan Karmila tadi, timbullah kepercayaan Miko padanya. Nampaknya Pak Wisnu langsung melihat, atau setidaknya memiliki firasat tertentu. Dan Miko percaya, di balik sikapnya yang selalu merendah, sesungguhnya Pak Wisnu punya kemampuan ekstra melebihi orang kebanyakan.Mungkin semacam kekuatan supranatural."Bagaimana? Ananda setuju saya bongkar dinding ini?"Bagaimana jika Bapak marah? Tapi Ibu pun sudah setuju! batin Miko.
"Saya carikan alatnya, Pak. Sekarang juga!" kata Miko akhirnya dengan suara mantap. Ya, semua ini demi kebaikan Karmila!Sesaat kemudian Pak Wisnu dan Miko cukup menimbulkan kegaduhan. Dengan hanya menggunakan sebuah palu yang cukup besar, mereka bergantian membobol tembok di bawah tangga itu. Miko merasa, Pak Wisnu amat bersemangat. Ia bekerja tanpa banyak bicara. Tapi ketika ia telah berhasil membuat lubang sebesar kepala kerbau, sejenak Pak Wisnu berhenti. Miko pun secara refleks mendekap hidungnya.Ada bau tak sedap keluar dari lubang yang telah berhasil dibuat itu."Mundur!" perintah Pak Wisnu pada Miko.Lalu, ia mengatur sikap membuat ancang-ancang dan mengayunkan martil sekuat tenaga.Sebuah lubang yang cukup besar telah tercipta, dan itu cukup membuat keduanya dengan mudah melihat sesuatu yang berada di balik dinding itu.Sesuatu yang membuat Miko hampir pingsan!**
CHAPTER 11:
SELAMAT JALAN NIAR

Miko melipat korannya dengan wajah puas. Ada perasaan bangga karena di dalam berita itu namanya disebut-sebut sebagai orang yang punya peranan penting atas terbongkarnya kasus pembunuhan yang cukup unik itu.
Akhirnya, tanpa kesulitan yang berarti, pihak yang berwajib berhasil menemukan dan memenjarakan Pak Sindhu. Akhirnya terungkap juga semua alasan yang membuat Pak Sindhu tega menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri. Alasan yang kedengarannya tak masuk akal. Pak Sindhu malu jika calon istri barunya mengetahui bahwa ia punya seorang anak, apalagi seorang anak perempuan yang gila.Jangan-jangan Sindhu itu juga bukan orang waras, batin Miko."Kopinya, Miko."Miko menoleh. Ibu Wibi mengangsurkan segelas kopi kepadanya."Enak saja! Ini buat Pak Wisnu. Suruh ia istirahat sebentar. Kasihan, dari pagi belum berhenti. Dia memang rajin...."Miko segera membawa segelas kopi itu ke dalam. Di bawah tangga dilihatnya Pak Wisnu masih sibuk dengan adonan semennya.
"Ngopi dulu, Pak."Pak Wisnu tersenyum. "Sedikit lagi beres, kan? Besok tinggal mengecat dan... kembali seperti semula. Seperti setahun yang lalu.""Bagus. Bagaimanapun, seharusnya itu memang dibiarkan terbuka, dan dimanfaatkan untuk gudang."Miko memandang ruang kecil berbentuk segitiga di bawah tangga itu.
 Ia teringat kembali seperti apa perasaannya waktu itu. Ia masih bisa membayangkan bagaimana dan seperti apa mayat yang belum seluruhnya hancur itu. Bahkan pakaiannya masih utuh dan tali yang melingkar di leher itu pun masih utuh. Kurun waktu setahun dalam ruang tertutup amat rapat membuat mayat itu tidak cepat rusak.Mayat Niar.Miko masih sering berpikir, apakah arwah penasaran Niar juga akan merasuki orang, jika orang itu bukan Karmila? Bagaimana jika yang datang sebagai penghuni bukan anak perempuan yang kebetulan sama persis tanggal, bulan, dan tahun kelahirannya dengan Niar?Barangkali kasus terbunuhnya Niar tak pernah terungkap. Karmila sendiri sudah tidak terlalu merisaukan keanehan-keanehan yang pernah menimpa dirinya.Ia menganggap dirinya hanyalah media yang dipakai arwah Niar untuk membuka dan menyingkap kejahatan dan kekejian ayahnya sendiri.Luar biasa.Buktinya, sejak jasad Niar dikebumikan dengan layak, dan kejahatan Pak Sindhu terungkap, Karmila tak pernah lagi mengalami hal-hal aneh maupun kesurupan."Tidak usah terlalu bagus, Pak Wisnu...."Miko dan Pak Wisnu menoleh. Yang datang adalah Pak Wibisono.
"Bapak ini!" kata Miko. "Tentunya Bapak setuju jika kita mempertahankan keaslian rumah antik ini, kan? Kita tidak tahu, tapi Pak Wisnu lebih tahu seperti apa bentuk kolong tangga ini dulunya....""Iya, tapi apa artinya jika sebentar lagi Bapak akan menjualnya?""Menjual rumah ini?" Miko terpukau.Pak Wibisono tertawa gembira. "Kenapa tidak? Karena foto rumah kita beberapa kali muncul di koran, ternyata berakibat bagus. Ada sekian penggemar bangunan kuno yang tertarik untuk membeli dengan harga istimewa."Apa tidak sayang, Pak?""Kalau mereka berani membayar tiga kali lipat dari nilai beli kita?""Terserah Bapak. Mungkin dengan begitu kita bisa membuat rumah yang betul-betul baru. Tanpa masalah, tanpa misteri...."Pak Wibisono tersenyum. ©
TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar